Rabu, 27 Januari 2016

KETEMU BUAYA DI SUNGAI TAMIANG

KETEMU BUAYA DI SUNGAI TAMIANG

Senin, 25 Januari 2016 

        Saat itu tepat pukul 13:30 wib, kami dari LSM PESSAT bersama teman-teman dari YAMA (Yayasan Anak Merdeka) akan melakukan perjalanan menuju Desa Tampor Paloh, Kecamatan Simpang Jernih, Kabupaten Aceh Timur. Kami menggunakan  transportasi jalur sungai, yaitu perahu motor (boat) yang biasa digunakan masyarakat disana. Untuk sampai ke desa tersebut kami harus menempuh perjalanan 6 sampai 7 jam dari pelabuhan Kualasimpang. Perjalanan ini adalah bagian dari aktifitas LSM PESSAT dalam proses pen-dokumentasian sekolah mandiri SMP MERDEKA di desa Tampor Paloh berikut Cagar budaya & Sumberdaya Alam diwilayah DAS Tamiang.

        Seperti biasa kami harus menunggu jumlah penumpang cukup dan barang-barang selesai di naikkan kedalam perahu motor (boat). Setelah itu kita semua naik, mesin dihidupkan dan memulai perjalanan menelusuri sungai Tamiang. Pemandangan sungguh indah meski panas terasa sedikit menyengat, aku keluarkan kamera dan mulai melirik kekiri kekanan melihat apa saja yang menarik untuk di photo. Tiba-tiba di tepi tikungan sungai kira-kira 500m sebelum jembatan Lubuk Sidup - Sekerak, mataku tertuju pada sebuah benda seperti pelepah sawit tanpa daun. Namun aku melihat benda itu bergerak-gerak, lama aku perhatikan penuh curiga melihat coraknya yang agak mulai jelas. Sampai posisi sampan motor  yang kami tumpangi melintas tikungan sungai tersebut, tanpa komando aku langsung bidikan kamera dan berhasil merekam gambar benda tersebut yang ternyata benar-benar BUAYA.

        Menurut penumpang (bu'; Sawiyah) warga Tampor Paloh ; Buaya tersebut sudah beberapa kali kelihatan ditempat yang sama. Aku hanya termangu sambil melihat-lihat hasil photo tadi, betapa besar buaya tersebut. Mungkin ada teman-teman yang berkompeten berniat melakukan penelitian tentang kehadiran buaya disungai Tamiang ?



Rabu, 20 Januari 2016

General Hospital For European Patients at Koeala Simpang

General Hospital For European Patients at Koeala Simpang


        The general hospital for European patients at Koeala Simpang  was one of the central hospitals mentioned by van de Velde (Het Ziekenhuis, 1918) and by B.M. van Driel in the Mededeelingen no. 9 of the Pathological Laboaratory at Medan. It was situated in the hospital ressort Langsa. It admitted 13,994 patients in 1929, of whom in that year 107 died (7.65 %).
Koealasimpang was the main town of the subdepartment Temijang, department Eastcoast of Atjeh, Government Atjeh and Dependencies.(Gonggryp 1934, 661).
Translate :
Rumah sakit umum pasien untuk Eropa di Kuala Simpang adalah salah satu rumah sakit pusat Disebutkan oleh van de Velde ( Rumah Sakit , 1918) dan oleh BM van Driel di Mededeelingen ada . 9 dari patologis Laboaratory di Medan . Itu terletak di resor rumah sakit Langsa . Ini Mengaku pasien 13,994 pada tahun 1929 , atau Siapa Ini Tahun itu 107 meninggal ( 7,65 % ) .
Aceh dan Dependensi . ( Gong Gryp 1934 , 661 ) .
#sumber : COLONIAL HOSPITALS The rise of a hospital system in the Netherlands Indies

HISTORY OF TAMIANG MONUMENT

        HISTORY OF TAMIANG MONUMENT

Oleh : Juli Ardana


        Selama kepemimpinan W.J.M. Michielsen sebagai Residen Sumatra Oostkust bagi Pemerintah Hinda Belanda. Di masanya, selesai ekspedisi Tamiang yang sangat melelahkan bagi kolonial pada saat itu. Banyak sekali korban yang berjatuhan antara masyarakat Tamiang hingga kolonial sendiri. Sehingga untuk mengenang pertempuran itu, Kolonial membangun Monumen Tamiang di Lapangan Esplanade (Lap. MERDEKA - Medan)

W.J.M. Michielsen


        Pada tugu `Tamiang Monument` tercantum daftar nama-nama tentera Belanda yang tewas. Tapi sayang atas permintaan PKI pada tahun 1950, tugu Tamiang Monument di Lapangan Merdeka Medan justru dihancurkan.

Tamiang Monument

Ketika Van Heutsz menjadi Gubernur Militer di Residensi Aceh ditetapkanlah batas Residensi Aceh dengan Afdeling Langkat-Tamiang (Residensi Sumatera Timur) bulan April 1899. Sewaktu tambang minyak di Langkat dieksploitasi pada tahun 1890, kemudian meluas ke wilayah Tamiang, Sultan Langkat merasa berhak memperoleh sebahagian besar hasil minyak itu meskipun diprotes oleh Kejeruan-Kejeruan di Tamiang.

Van Heutsz

Pada 1903, wilayah Afdeling Tamiang dikeluarkan dari Residensi Sumatera Timur dan dimasukkan ke Residensi Aceh. Pemerintah Hindia Belanda lalu membuat perjanjian Pendek (Korte Verklaring) dengan raja-raja di Tamiang secara langsung.

#LSM - PESSAT 

Selasa, 19 Januari 2016

MARINELANDINGSDIVISIE TE TAMIANG KOEALASIMPANG 1893

EXPEDISI DIVISI MARINIR BELANDA DI TAMIANG 1893

Oleh ; Juli Ardana (LSM - PESSAT)


        Tanggal 16 Februari 1893, Belanda melakukan penyerangan secara besar-besaran dengan senjata lengkap seperti Senapan dan Meriam ke Tanjung Mulia (Pangkal Timbang ) letaknya tidak jauh dari Seruway. Tentara Belanda terus berdatangan menuju Bendahara, mereka menggunakan jalur laut. Kemudian mengirimkan pasukan melalui jalur sungai menggunakan perahu karet ke tempat-tempat target sasaran. Penyerangan di lakukan mulai subuh. Dari penyerangan ini Belanda berhasil menaklukan benteng rakyat yang di pimpin oleh Dt. Tanjung. Tempat kediaman Raja Bendahara di taklukan oleh Belanda, secara umum Belanda telah menaklukan Bendahara. 
        Setelah menguburkan tentara Belanda di Perkuburan Arun Gajah ( Seruway) atas agresi yg mereka lakukan di Bendahara. Mereka kembali ke Labuhan melalui Salah Haji. Rakyat memasang ranjau di seluruh alur sungai untuk mengantisipasi penyerangan Belanda.



        Tanggal 29 Maret 1893 Belanda mengirimkan tentaranya dari Medan menuju Seruway yang terdiri dari 8 Opsir serta 200 Serdadu dengan 2 unit Meriam Gunung. Puluhan serdadu Angkatan Laut Berbangsa Belanda & Satu divisi pendaratan terdiri atas 120 Org Serdadu. Ekspedisi ini di pimpin oleh Kolonel A.H.V.D. Pol. Dalam Perang Kolonial di Tamiang, Perang Lubuk Batil dan Tumpuk Tengoh ini menjadi sebuah catatan sejarah sebagai salah satu perang terdasyat, karena banyak memakan korban Jiwa di kedua belah pihak. Di pihak tentara Belanda yang Gugur,antara lain: Pos Komando seruway Let V/d Schroef, Pasukan AL Let. Mensert,Let. Zelman & Let. Engelen dan 128 serdadu dengan para Offisieren. Untuk Mengenang Peperangan ini Belanda Mendirikan Tugu Perlawanan Tamiang, tepat di depan Stasiun Kereta Api di Medan ( Jantung Kota Medan). Di Pihak Raja Tamiang Panglima Perang & sebanyak 60 orang Laskar Gugur termasuk, Panglima Perang Raja Banta Achmad Tewas dalam Peperangan ( Syahid). Beliau di makamkan ditanah tinggi di kampong hilir sungai Iyu). Setelah melihat kekuatan dari Pihak Belanda, pada Tahun 1893, Perlawanan Bendahara & Kejuruan Muda melemah,maka Raja Maan dari Kejuruan Muda menemui Controleur Sieberg di Seruway melalui T Sulung Laut Sultan Muda Indera Kesuma.

Setelah benteng terakhir di Lubuk Batil & Tumpuk Tengoh dihancurkan oleh Belanda, maka takluklah Kerajaan Bendahara di Tamiang pada tanggal 2 April 1893 bertepatan dgn 16 Ramadhan 1315 H. Raja Maan pun dari Kejuruan Muda ikut menyerah kepada Belanda yang disampaikan oleh Raja Sulung yang sudah duluan menyerah kepada Belanda.



        Mendengar hal ini, Kerajaan Karang yang dipimpin oleh Raja Ben Raja & Putranya T.Raja Silang menjadi Murka. Mereka pun mengadakan musyawarah di Meunasah Alur Bemban yang juga dihadiri oleh Panglima T.Mamat dari Aceh. Keputusannya sebagai berikut:

1.     Raja Maan harus di Beri Ganjaran.
2.     Perang Tamiang Melawan Belanda di Pimpin Oleh T.Raja Silang.
3.     Mulai dari Alur Bemban menyelusuri kanan mudik Sungai Tamiang di tempatkan benteng – benteng Perlawanan Rakyat di Bawah Pimpinan Panglima Perang masing – masing.
4.     Setiap Kapal Sekoci milik Belanda Harus di Musnahkan.

Kontroleur Sieberg dari Seruway mengutus Raja Maan untuk mengadakan perundingan ke Kerajaan Karang. Raja Maan yang didampingin oleh Dt.Hakim, Dt.Tandil dan Raja Hitam yg merupakan adik kandung dari Raja Maan sendiri.
Ketika rombongan ini berada di atas sungai kampung air tenang, Panglima Badal - salah satu Panglima dari Nyak Mamat dengan rasa dendam yang berkepanjangan memerintahkan anak buahnya untuk menembakin perahu Raja Maan. Walhasil Raja Maan, Dt Hakim & Raja Hitam tewas dalam Insiden tersebut.

Atas sikap yang tidak kesatria dari Panglima Badal, T.Raja Silang merasa sangat kecewa & meminta Panglima T.Nyak Mamat meninggalkan Tamiang. Atas insiden tersebut Belanda Tidak Mengakui Lagi Kekuasaan Raja Ben Raja & Raja Silang serta keluarganya tidak memiliki hak lagi atas Kerajaan Karang.

T.Raja Silang tidak Peduli terhadap keputusan Belanda tersebut yang tidak mengakui Kekuasaanya. Ia pun menyerahkan kekuasaannya sebagai kepala pemerintahan kepada Kejuruan Tandil. Seorang saudagar bangsawan asal Serdang.

Lalu ia mengundang Raja Nyak Mud dari Tanjung Mancang Ke Paya Awee. Mereka membicarakan tentang kematian Raja Maan. Mereka pun bersepakat untuk meneruskan perlawanan terhadap Belanda. Pada saat itu pun Raja Nyak Mud di beri pangkat Raja Muda Negeri Tamiang Hulu (Kejuruan Muda) yang berpusat di Tanjung Mancang. meneruskan Pemerintahan Kejuruan Muda dan berdampingan dengan Kaum Pejuang. Sementara itu di pihak Belanda, Raja Husin diangkat menjadi Mangku Raja Kejuruan Muda di Seruway.

Perlawanan terus terjadi, pada tanggal 19 Juli 1893 Tanjung Sementok di serang dan dibinasakan, Kontrolir Sieberg mengirimkan utusannya kepada Raja Ben Raja untuk bersedia melakukan perundingan di Seruway. Pada tanggal 12 Agustus 1893 Raja Ben Raja mengadakan Musyawarah dengan Para Datuk & Panglimanya atas undangan tersebut. Keputusan dari musyawarah itu bahwa Raja Ben Raja  tidak mau menghadiri perundingan tersebut. Raja Ben Raja pun memerintahkan  panglimanya untuk berjaga-jaga mulai dari Alur Bemban menyelusuri kanan mudik Sungai Tamiang hingga Air Tenang dan memerintahkan menembak setiap sekoci Belanda yang melewati daerah tersebut.

Pada tgl 23 Agustus 1893 Raja Silang mengadakan musyawarah di alur bemban bersama Panglima Cut mamat dari Perlak yang mana keputusan adalah tetap meneruskan perlawanan dan menghukum Raja Maan yang telah menyerah ke Seruway.
Tgl 27 Agustus 1893 Kontrolir Sieberg mengutus seseorang ke Air Tenang untuk menemui Raja Ben Radja & Raja Silang. Pihak Belanda mengerahkan segala kekuatan untuk dapat membendung perlawanan T.Raja Silang, tetapi selalu gagal. Penyerangan dan patroli setiap hari di lakukan Oleh Belanda.

Pada tanggal 23 September 1893 dengan kekuatan yang cukup besar, Militer Belanda Menyerang benteng pertahanan Raja Silang di Paya Kelubi. Dalam insiden ini gugurlah mertua Raja Silang beserta laskar-laskar Lainnya.

Pada Tanggal 13 Oktober 1893, Raja Silang mengutus Panglima Perak menemui Raja Nyak Mud di Tanjung Mancang. Karena telah tersebar kabar kepada Raja Silang bahwasannya telah terjalin hubungan secara tersembunyi antara Raja Nyak Mud dengan Raja Husin Mangku Raja Kejuruan Muda di Seruway. Pada saat itu terjadilah perdebatan yang panjang hingga menewaskan Panglima Perak. Kejadian ini mengakibatkan putusnya hubungan antara Raja Nyak Mud dengan T.Raja Silang yg telah di ikrarkan di Paya Awe.

Bulan November 1893, datanglah bantuan Belanda yang di bawa oleh Raja Husin dan T.Sulung Laut dari Seruway ke Tanjung Mancang yang menemui Raja Nyak Mud yang secara kebetulan dalam keadaan terancam dari pihak Pejuang. Raja Umar, adik dari Raja Silang beserta anak buahnya menyerang Tanjung Mancang, Tetapi dapat di pukul mundur oleh T.Nyak Mud & Anak Buahnya. Selang beberapa hari kemudian, Raja Nyak Mud mengadakan serangan ke Sungai Kanan ke daerah pertahanan Raja Umar. Raja Umar melarikan diri ke Bukit Panjang. Akibatnya seluruh rumah penduduk di kampung Sungai Kanan di bakar oleh Pasukan Raja Nyak Mud.

Dalam pelariannya, Raja Umar tetap melakukan perlawanan. Salah satunya membumi hanguskan rumah penduduk yang menjadi pengikut Kejuruan Tandil yang telah di Angkat oleh Belanda Menjadi Raja Karang. Peristiwa Ini merupakan strategi Politik Adu Domba yang di lakukan Belanda untuk Menaklukan Tamiang.

Pada 9 November 1893 Tengku kejuruan Tandil di tetapkan oleh Residen van Sumatra Oostkust untuk mengurus Negeri Karang dan mengambil kekuasaan dari Raja Ben Raja. Dengan kekuatan 400 orang Prajuritnya, hampir setiap hari Raja Ben Raja bersama Raja Silang terus melakukan perlawanan terhadap Belanda.

Pada tanggal 6 Desember 1893 Benteng Raja Silang di serang di Bukit Paja, dekat Manyak Payed . Dalam insiden ini putrinya TENGKU INTAN KEMALA PUTRI tertembak oleh serdadu Belanda. Sementara itu di pihak Belanda korban mencapai 24 Orang, dan sebahagian kecil melarikan diri. Pertempuran terus berlangsung, tepatnya pada tanggal 24 April 1894 dalam satu pertempuran di dekat Paja Awe, satu opsir & 20 anggotanya tewas sedangkan di pihak Laskar Raja Silang 10 orang jatuh meninggal dunia.

Dalam pertempuran tanggal 17 November 1894 di sekitar Paya Kelubi, Raja Ben Raja yang saat itu sudah sangat tua beserta Raja Umar terpaksa Menyerah & Mereka di bawa ke tempat kediaman Kontrolir di Seruway. Belanda pun ingin melakukan perundingan dengan T. Silang.

Tanggal 12 Desember 1894, tibalah di Bukit Mangga, rombongan T.Muda Cik Kejuruan Sungai Iyu  untuk mengadakan pertemuan dengan Raja Silang. Dalam pertemuan ini T. Muda menjamin T.Silang selama perundingan.


Setibanya di Seruway, Kontrolir Sieberg meminta supaya T.Raja Silang bersedia bekerja sama dengan Belanda. Jika ia menerima tawaran tersebut, maka kerajaan Karang akan di kembalikan kepadanya dan segera membebaskan ayahandanya Raja Ben Radja.

Tengku Raja silang Kedjoeroean

Raja Silang menjawab sambil melirik kepada T.Muda  dan berkata:
 ”KAMI ORANG –ORANG PERJUANGAN ADALAH MERDEKA BAGAI BURUNG – BURUNG DI UDARA, OLEH KARENA ITU TIDAK MUNGKIN BISA KERJA SAMA DGN PEMERINTAHAN TUAN ( BELANDA ).

Pada tanggal 7 Febuari 1895 Belanda kembali menyerang Paya Kelubi dengan Kekuatan yang cukup besar. Benteng tersebut hanya di pertahankan oleh 20 orang laskar di bawah pimpinan Datuk Laksamana  dan Datuk Pang Jering. Datuk Pang Jering gugur dalam pertempuran tersebut beserta 15 orang anak buahnya. Datuk Laksamana mundur dan terus ke Lokop dengan Panglima Tapa dari Gayo. Untuk kesekian kalinya Raja Silang di Panggil oleh kontrolir Sieberg untuk Berunding. Raja Silang Menjawab dengan Tak Gentar: PERANG KAMI INI ADALAH PERANG SUCI, WALAUPUN BAGAIMANA DIPAKSA, DIHATI KAMI TETAP MEMUSUHI PENJAJAH (BELANDA).

Akhirnya, Raja Silang bersama Ayahandanya dan saudara-saudaranya di Buang ke Bengkalis ( Riau ) dengan dasar keputusan pemerintah Belanda tanggal 12 Oktober 1895 No.02 Dasar art 42.R.R. Dalam pembuangannya Raja Ben Raja pun meninggal dunia.

Meskipun Raja silang telah di buang, tetapi panglima bawahanya tetap melakukan perlawanan kepada Belanda. Pada Tanggal 22 Juli 1895 Dt.Panglima Amat di Marlempang mengadakan perlawanan. Setiap kapal yang lewat mereka serang. Beberapa awak kapal tersebut mati. Marlempang pun di serang Belanda. Panglima Husin & Imam tertangkap dan mereka pun menjalani hukuman selama 6 tahun di Batu Bara. Tanggal 16 & 17 Juni 1896 Panglima Kadhi & Panglima Udjud dengan kekuatan 60 Orang Anak buahnya,berhasil Membakar Istana Kuta Milik Tengku Kejuruan Tandil yang letaknya berhadapan dengan benteng Belanda di Kuala Simpang.


Pada tahun 1897 Laskar Tamiang yang telah bergabung dengan 20 Orang Gayo dan 120 Orang Aceh di bawah Kendali Panglima Tengku Tapa melakukan perlawanan. Terjadi baku tembak antara Opsir Belanda dengan Tengku Tapa disaat Belanda hendak menuju Manirang. Tapi sayang, Pasukan Tengku Tapa kalah, hingga ia harus mundur ke Batang Ara (Benteng Terakhir Raja silang yang ada di Batu Bedulang di Bawah Komando Dt Penghulu Rangai dengan Anak Buahnya yang Berasal dari Serawak). 

Untuk memperkuat Pertahanan Militer Belanda, maka perairan dan Sungai Tamiang di kawal secara terus menerus oleh sebuah kapal perang Belanda dan dipersenjatai sangat Lengkap Yang bernama”WILHELMINA”. Sejak akhir tahun 1897, sudah tidak terdengar lagi serangan-serangan Laskar Tamiang karena kekuatan militer Belanda telah tersebar di mana-mana, tercatatlah perang tamiang di mulai sejak 27 Januari 1874 – 27 September 1896. Pada tahun 1901 atas permintaan rakyatnya, Raja Silang di bebaskan dari Tawanan Belanda.

sumber kutipan ; KITLV - Leiden University, tembakaudeli.blogspot.com, lsmpessat.blogspot.com

Senin, 18 Januari 2016

STOOMJACHT Hr.Mr. KOERIER OP DE TAMIANG, TIJDENS TE EXPEDITIE VAN 1893

STOOMJACHT Hr.Mr. KOERIER OP DE TAMIANG, TIJDENS TE EXPEDITIE VAN 1893

        Penampakan sebuah kapal uap (Yacht) Belanda di sungai tamiang kualasimpang - Aceh Tamiang pada tahun 1893. Kapal milik pemerintah Hindia Belanda ini bertugas sebagai kurir (Koerier). Ini adalah bukti sejarah bahwa sungai Tamiang merupakan salah satu jalur penting dalam proses distribusi kepentingan politik dan ekonomi kala itu.





Rabu, 06 Januari 2016

Shell Tankstation te koealasimpang

Shell Tankstation te koealasimpang

Shell Tankstation te koealasimpang

        Ini satu lagi fasilitas penting di kota Koealasimpang pada masa kolonial, sebuah pangkalan BBM yang berada ditengah kota. Hal ini membuktikan pada masa itu Koealasimpang khususnya dan Temiang pada umumnnya merupakan subject vital bagi pergerakan kolonial. Fhoto ini diambil pada tahun 1935, sekali lagi ini bukti betapa aceh temiang adalah salah satu daerah yang banyak sekali menyimpan cerita dan bukti sejarah. Namun hari ini perlahan-lahan tergerus oleh kepentingan pembangunan yang tidak memperhatikan nilai dan estetika pelestarian sejarah. Dukungan dan kerja nyata dari semua pihak sangat kami harapkan dalam pergerakan kami (LSM PESSAT) melakukan penggalian informasi dan dokumentasi tentang cerita masa lalu aceh temiang ini. 

                             Terimakasih dan semoga berkenan dengaan sajian informasi ini,



Senin, 04 Januari 2016

LeerLingen van een School te Koealasimpang

LeerLingen van een School te Koealasimpang

        Satu lagi fasilitas penting di Koealasimpang pada masa kolonial, yaitu sebuah sekolah untuk anak-anak pribumi. Kami masih melakukan pendalaman informasi dari berbagai sumber tentang sejarah berdirinya sekolah ini. Untuk saat in kami hanya dapat menyuguhkan informasi seputar dokumentasi saja. Secuil informasi ini semoga berguna bagi kita semua.
        Mohon saudara-saudara memaklumi karena kami melakukan ini dengan cara swadaya sehingga belum memperoleh hasil maksimal. Namun kami tidak akan kehilangan semangat untuk terus men ggali khasanah sejarah, seni dan budaya Temiang. 

        #akuanaktemiangLSMPESSAT
                                                                  
                                                                  Semoga berkenan

LeerLingen van een School te Koealasimpang

AKTIFITAS POS MASA KOLONIAL @KOEALASIMPANG


KOLEKSI PERANGKO MASA KOLONIAL POS KOEALASIMPANG

        Ternyata pada masa kolonial kota Koealasimpang sudah memiliki fasilitas dan aktifitas yang begitu komplit. Selain sarana transportasi , hiburan dan pertokoan juga aktifitas surat menyurat sudah menjadi model. Ini terbukti dari beberapa koleksi perangko dan amplop surat  yang saya temukan di salah satu museum yang banyak menyimpan cerita dan bukti sejarah Aceh Tamiang dan Aceh. 
          Ini dia beberapa koleksi tersebut yang bisa saya share kepada khalayak umum khususnya warga Aceh Tamiang. 
                                                                     Semoga berkenan