EXPEDISI DIVISI MARINIR BELANDA DI TAMIANG 1893
Oleh ; Juli Ardana (LSM - PESSAT)
Tanggal
16 Februari 1893, Belanda melakukan penyerangan secara besar-besaran dengan
senjata lengkap seperti Senapan dan Meriam ke Tanjung Mulia (Pangkal Timbang )
letaknya tidak jauh dari Seruway. Tentara Belanda terus berdatangan menuju
Bendahara, mereka menggunakan jalur laut. Kemudian mengirimkan pasukan melalui jalur sungai menggunakan perahu karet ke tempat-tempat target sasaran. Penyerangan di lakukan mulai subuh. Dari penyerangan ini Belanda
berhasil menaklukan benteng rakyat yang di pimpin oleh Dt. Tanjung. Tempat
kediaman Raja Bendahara di taklukan oleh Belanda, secara umum Belanda telah
menaklukan Bendahara.
Setelah menguburkan tentara Belanda di Perkuburan Arun
Gajah ( Seruway) atas agresi yg mereka lakukan di Bendahara. Mereka kembali ke
Labuhan melalui Salah Haji. Rakyat memasang ranjau di seluruh alur sungai untuk
mengantisipasi penyerangan Belanda.
Tanggal 29
Maret 1893 Belanda mengirimkan tentaranya dari Medan menuju Seruway yang
terdiri dari 8 Opsir serta 200 Serdadu dengan 2 unit Meriam Gunung. Puluhan
serdadu Angkatan Laut Berbangsa Belanda & Satu divisi pendaratan terdiri
atas 120 Org Serdadu. Ekspedisi ini di pimpin oleh Kolonel A.H.V.D. Pol. Dalam
Perang Kolonial di Tamiang, Perang Lubuk Batil dan Tumpuk Tengoh ini menjadi
sebuah catatan sejarah sebagai salah satu perang terdasyat, karena banyak
memakan korban Jiwa di kedua belah pihak. Di pihak tentara Belanda yang
Gugur,antara lain: Pos Komando seruway Let V/d Schroef, Pasukan AL Let.
Mensert,Let. Zelman & Let. Engelen dan 128 serdadu dengan para Offisieren.
Untuk Mengenang Peperangan ini Belanda Mendirikan Tugu Perlawanan Tamiang,
tepat di depan Stasiun Kereta Api di Medan ( Jantung Kota Medan). Di Pihak
Raja Tamiang Panglima Perang & sebanyak 60 orang Laskar Gugur termasuk,
Panglima Perang Raja Banta Achmad Tewas dalam Peperangan ( Syahid). Beliau di
makamkan ditanah tinggi di kampong hilir sungai Iyu). Setelah melihat kekuatan
dari Pihak Belanda, pada Tahun 1893, Perlawanan Bendahara & Kejuruan Muda
melemah,maka Raja Maan dari Kejuruan Muda menemui Controleur Sieberg di Seruway
melalui T Sulung Laut Sultan Muda Indera Kesuma.
Setelah
benteng terakhir di Lubuk Batil & Tumpuk Tengoh dihancurkan oleh Belanda,
maka takluklah Kerajaan Bendahara di Tamiang pada tanggal 2 April 1893
bertepatan dgn 16 Ramadhan 1315 H. Raja Maan pun dari Kejuruan Muda ikut
menyerah kepada Belanda yang disampaikan oleh Raja Sulung yang sudah duluan
menyerah kepada Belanda.
Mendengar
hal ini, Kerajaan Karang yang dipimpin oleh Raja Ben Raja & Putranya T.Raja
Silang menjadi Murka. Mereka pun mengadakan musyawarah di Meunasah Alur Bemban
yang juga dihadiri oleh Panglima T.Mamat dari Aceh. Keputusannya sebagai
berikut:
1. Raja Maan harus di Beri Ganjaran.
2. Perang Tamiang Melawan Belanda di
Pimpin Oleh T.Raja Silang.
3. Mulai dari Alur Bemban menyelusuri
kanan mudik Sungai Tamiang di tempatkan benteng – benteng Perlawanan Rakyat di
Bawah Pimpinan Panglima Perang masing – masing.
4. Setiap Kapal Sekoci milik Belanda
Harus di Musnahkan.
Kontroleur
Sieberg dari Seruway mengutus Raja Maan untuk mengadakan perundingan ke
Kerajaan Karang. Raja Maan yang didampingin oleh Dt.Hakim, Dt.Tandil dan Raja
Hitam yg merupakan adik kandung dari Raja Maan sendiri.
Ketika
rombongan ini berada di atas sungai kampung air tenang, Panglima Badal - salah
satu Panglima dari Nyak Mamat dengan rasa dendam yang berkepanjangan
memerintahkan anak buahnya untuk menembakin perahu Raja Maan. Walhasil Raja
Maan, Dt Hakim & Raja Hitam tewas dalam Insiden tersebut.
Atas sikap
yang tidak kesatria dari Panglima Badal, T.Raja Silang merasa sangat kecewa
& meminta Panglima T.Nyak Mamat meninggalkan Tamiang. Atas insiden tersebut
Belanda Tidak Mengakui Lagi Kekuasaan Raja Ben Raja & Raja Silang serta
keluarganya tidak memiliki hak lagi atas Kerajaan Karang.
T.Raja
Silang tidak Peduli terhadap keputusan Belanda tersebut yang tidak mengakui
Kekuasaanya. Ia pun menyerahkan kekuasaannya sebagai kepala pemerintahan kepada
Kejuruan Tandil. Seorang saudagar bangsawan asal Serdang.
Lalu ia
mengundang Raja Nyak Mud dari Tanjung Mancang Ke Paya Awee. Mereka membicarakan
tentang kematian Raja Maan. Mereka pun bersepakat untuk meneruskan perlawanan
terhadap Belanda. Pada saat itu pun Raja Nyak Mud di beri pangkat Raja Muda
Negeri Tamiang Hulu (Kejuruan Muda) yang berpusat di Tanjung Mancang.
meneruskan Pemerintahan Kejuruan Muda dan berdampingan dengan Kaum Pejuang.
Sementara itu di pihak Belanda, Raja Husin diangkat menjadi Mangku Raja
Kejuruan Muda di Seruway.
Perlawanan
terus terjadi, pada tanggal 19 Juli 1893 Tanjung Sementok di serang dan
dibinasakan, Kontrolir Sieberg mengirimkan utusannya kepada Raja Ben Raja untuk
bersedia melakukan perundingan di Seruway. Pada tanggal 12 Agustus 1893 Raja
Ben Raja mengadakan Musyawarah dengan Para Datuk & Panglimanya atas
undangan tersebut. Keputusan dari musyawarah itu bahwa Raja Ben Raja
tidak mau menghadiri perundingan tersebut. Raja Ben Raja pun
memerintahkan panglimanya untuk berjaga-jaga mulai dari Alur Bemban
menyelusuri kanan mudik Sungai Tamiang hingga Air Tenang dan memerintahkan
menembak setiap sekoci Belanda yang melewati daerah tersebut.
Pada tgl 23
Agustus 1893 Raja Silang mengadakan musyawarah di alur bemban bersama Panglima
Cut mamat dari Perlak yang mana keputusan adalah tetap meneruskan perlawanan
dan menghukum Raja Maan yang telah menyerah ke Seruway.
Tgl 27
Agustus 1893 Kontrolir Sieberg mengutus seseorang ke Air Tenang untuk menemui
Raja Ben Radja & Raja Silang. Pihak Belanda mengerahkan segala kekuatan
untuk dapat membendung perlawanan T.Raja Silang, tetapi selalu gagal.
Penyerangan dan patroli setiap hari di lakukan Oleh Belanda.
Pada tanggal
23 September 1893 dengan kekuatan yang cukup besar, Militer Belanda Menyerang
benteng pertahanan Raja Silang di Paya Kelubi. Dalam insiden ini gugurlah
mertua Raja Silang beserta laskar-laskar Lainnya.
Pada Tanggal
13 Oktober 1893, Raja Silang mengutus Panglima Perak menemui Raja Nyak Mud di
Tanjung Mancang. Karena telah tersebar kabar kepada Raja Silang bahwasannya
telah terjalin hubungan secara tersembunyi antara Raja Nyak Mud dengan Raja
Husin Mangku Raja Kejuruan Muda di Seruway. Pada saat itu terjadilah perdebatan
yang panjang hingga menewaskan Panglima Perak. Kejadian ini mengakibatkan
putusnya hubungan antara Raja Nyak Mud dengan T.Raja Silang yg telah di
ikrarkan di Paya Awe.
Bulan
November 1893, datanglah bantuan Belanda yang di bawa oleh Raja Husin dan
T.Sulung Laut dari Seruway ke Tanjung Mancang yang menemui Raja Nyak Mud yang
secara kebetulan dalam keadaan terancam dari pihak Pejuang. Raja Umar,
adik dari Raja Silang beserta anak buahnya menyerang Tanjung Mancang, Tetapi
dapat di pukul mundur oleh T.Nyak Mud & Anak Buahnya. Selang beberapa hari
kemudian, Raja Nyak Mud mengadakan serangan ke Sungai Kanan ke daerah pertahanan
Raja Umar. Raja Umar melarikan diri ke Bukit Panjang. Akibatnya seluruh rumah
penduduk di kampung Sungai Kanan di bakar oleh Pasukan Raja Nyak Mud.
Dalam
pelariannya, Raja Umar tetap melakukan perlawanan. Salah satunya membumi
hanguskan rumah penduduk yang menjadi pengikut Kejuruan Tandil yang telah di
Angkat oleh Belanda Menjadi Raja Karang. Peristiwa Ini merupakan strategi
Politik Adu Domba yang di lakukan Belanda untuk Menaklukan Tamiang.
Pada 9
November 1893 Tengku kejuruan Tandil di tetapkan oleh Residen van Sumatra
Oostkust untuk mengurus Negeri Karang dan mengambil kekuasaan dari Raja Ben
Raja. Dengan kekuatan 400 orang Prajuritnya, hampir setiap hari Raja Ben Raja
bersama Raja Silang terus melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Pada tanggal
6 Desember 1893 Benteng Raja Silang di serang di Bukit Paja, dekat Manyak Payed
. Dalam insiden ini putrinya TENGKU INTAN KEMALA PUTRI tertembak oleh serdadu
Belanda. Sementara itu di pihak Belanda korban mencapai 24 Orang, dan
sebahagian kecil melarikan diri. Pertempuran terus berlangsung, tepatnya pada
tanggal 24 April 1894 dalam satu pertempuran di dekat Paja Awe, satu opsir
& 20 anggotanya tewas sedangkan di pihak Laskar Raja Silang 10 orang jatuh
meninggal dunia.
Dalam
pertempuran tanggal 17 November 1894 di sekitar Paya Kelubi, Raja Ben Raja yang
saat itu sudah sangat tua beserta Raja Umar terpaksa Menyerah & Mereka di
bawa ke tempat kediaman Kontrolir di Seruway. Belanda pun ingin melakukan
perundingan dengan T. Silang.
Tanggal 12
Desember 1894, tibalah di Bukit Mangga, rombongan T.Muda Cik Kejuruan Sungai
Iyu untuk mengadakan pertemuan dengan Raja Silang. Dalam pertemuan ini T.
Muda menjamin T.Silang selama perundingan.
Setibanya di
Seruway, Kontrolir Sieberg meminta supaya T.Raja Silang bersedia bekerja sama
dengan Belanda. Jika ia menerima tawaran tersebut, maka kerajaan Karang akan di
kembalikan kepadanya dan segera membebaskan ayahandanya Raja Ben Radja.
Tengku Raja silang Kedjoeroean
Raja Silang menjawab sambil melirik kepada T.Muda dan berkata: ”KAMI ORANG –ORANG PERJUANGAN ADALAH MERDEKA BAGAI BURUNG – BURUNG DI UDARA, OLEH KARENA ITU TIDAK MUNGKIN BISA KERJA SAMA DGN PEMERINTAHAN TUAN ( BELANDA ).
Pada tanggal
7 Febuari 1895 Belanda kembali menyerang Paya Kelubi dengan Kekuatan yang cukup
besar. Benteng tersebut hanya di pertahankan oleh 20 orang laskar di bawah
pimpinan Datuk Laksamana dan Datuk Pang Jering. Datuk Pang Jering gugur
dalam pertempuran tersebut beserta 15 orang anak buahnya. Datuk Laksamana
mundur dan terus ke Lokop dengan Panglima Tapa dari Gayo. Untuk kesekian
kalinya Raja Silang di Panggil oleh kontrolir Sieberg untuk Berunding. Raja
Silang Menjawab dengan Tak Gentar: PERANG KAMI INI ADALAH PERANG SUCI,
WALAUPUN BAGAIMANA DIPAKSA, DIHATI KAMI TETAP MEMUSUHI PENJAJAH (BELANDA).
Akhirnya,
Raja Silang bersama Ayahandanya dan saudara-saudaranya di Buang ke Bengkalis (
Riau ) dengan dasar keputusan pemerintah Belanda tanggal 12 Oktober 1895 No.02
Dasar art 42.R.R. Dalam pembuangannya Raja Ben Raja pun meninggal dunia.
Meskipun Raja
silang telah di buang, tetapi panglima bawahanya tetap melakukan perlawanan
kepada Belanda. Pada Tanggal 22 Juli 1895 Dt.Panglima Amat di Marlempang
mengadakan perlawanan. Setiap kapal yang lewat mereka serang. Beberapa awak
kapal tersebut mati. Marlempang pun di serang Belanda. Panglima Husin &
Imam tertangkap dan mereka pun menjalani hukuman selama 6 tahun di Batu Bara.
Tanggal 16 & 17 Juni 1896 Panglima Kadhi & Panglima Udjud dengan
kekuatan 60 Orang Anak buahnya,berhasil Membakar Istana Kuta Milik Tengku
Kejuruan Tandil yang letaknya berhadapan dengan benteng Belanda di Kuala
Simpang.
Pada tahun
1897 Laskar Tamiang yang telah bergabung dengan 20 Orang Gayo dan 120 Orang
Aceh di bawah Kendali Panglima Tengku Tapa melakukan perlawanan. Terjadi baku
tembak antara Opsir Belanda dengan Tengku Tapa disaat Belanda hendak menuju
Manirang. Tapi sayang, Pasukan Tengku Tapa kalah, hingga ia harus mundur ke
Batang Ara (Benteng Terakhir Raja silang yang ada di Batu Bedulang di Bawah
Komando Dt Penghulu Rangai dengan Anak Buahnya yang Berasal dari
Serawak).
Untuk
memperkuat Pertahanan Militer Belanda, maka perairan dan Sungai Tamiang di
kawal secara terus menerus oleh sebuah kapal perang Belanda dan dipersenjatai
sangat Lengkap Yang bernama”WILHELMINA”. Sejak akhir tahun 1897, sudah
tidak terdengar lagi serangan-serangan Laskar Tamiang karena kekuatan militer
Belanda telah tersebar di mana-mana, tercatatlah perang tamiang di mulai sejak
27 Januari 1874 – 27 September 1896. Pada tahun 1901 atas permintaan rakyatnya,
Raja Silang di bebaskan dari Tawanan Belanda.
sumber kutipan ; KITLV - Leiden University, tembakaudeli.blogspot.com, lsmpessat.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar